Pekanbaru, Verostv.com – Sebuah video yang diunggah ke Facebook Reels menampilkan aktivitas peremajaan lahan sawit (replanting) secara ilegal di kawasan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK) di Kampar, Riau. Video tersebut diduga dibuat oleh keluarga seorang pengusaha sawit asal Pekanbaru. Aksi ini memicu laporan dari Dilly Wibowo, seorang warga yang juga pemilik kebun sawit di sekitar lokasi, sekaligus kerabat dari pengunggah video.
Menurut Dilly, lahan seluas sekitar 20 hektare tersebut masih berstatus HPK dan diduga dirusak untuk keperluan replanting di Desa Pantai Raja, Kecamatan Perhentian Raja, Kabupaten Kampar. Laporan awal ke KPHP Kampar Kiri sempat ditolak karena lokasi tersebut berada di bawah pengelolaan KPHP Sorek. Saat melanjutkan laporan ke Gakkum LHK di Pekanbaru, pelapor mendapati kantor tersebut tidak ada petugas yang tersedia dan diarahkan untuk mengadu ke Dinas LHK Riau.
Kesulitan melaporkan kasus ini membuat Dilly memutuskan membawa dugaan tindak pidana ini ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Riau. Menurut Dilly, perusakan lahan ini melanggar UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020, yang memuat ketentuan pengelolaan lahan HPK.
Kegiatan Ilegal Terungkap
Dilly mengaku terkejut saat melewati lokasi tersebut dan melihat aktivitas replanting yang menggunakan dua alat berat. Saat memeriksa status lahan melalui aplikasi “Sentuh Tanahku,” ia mendapati status lahan masih berwarna merah, menandakan kawasan tersebut berstatus Hak Pengelolaan (HPK). Verifikasi lebih lanjut ke Dinas LHK Riau juga menunjukkan lahan itu belum beralih status menjadi Areal Penggunaan Lain (APL).
“Ini adalah tindak pidana serius. Peraturan sudah dipermudah melalui UU Cipta Kerja, tapi tetap dilanggar,” ujar Dilly. Ia juga menyatakan telah menawarkan kepada keluarga pengusaha tersebut untuk mengajukan peralihan status lahan secara legal, namun tidak mendapat respons.
Pengunggahan Video di Facebook Memperkeruh Situasi
Pelapor mengatakan unggahan video acara syukuran replanting di media sosial oleh keluarga pengusaha tersebut semakin mempertegas dugaan pelanggaran. Operasional di lahan itu dipimpin oleh menantu sang pengusaha, yang diketahui adalah pensiunan pejabat PTPN V.
“Mereka sangat paham aturan, jadi ini bukan karena ketidaktahuan. Mereka dengan sengaja melanggar hukum,” tegas Dilly.
Dampak Negatif bagi Petani Sawit Sekitar
Dilly menjelaskan bahwa pemilik lahan sawit di kawasan HPK tersebut telah mengelola lahan mereka selama lebih dari 20 tahun. Dengan mengikuti prosedur yang berlaku, status lahan sebenarnya dapat diubah menjadi APL. Namun, tindakan ilegal ini dapat berimbas negatif pada pemilik lahan lainnya.
“Saya melaporkan ini untuk mencegah kerugian lebih lanjut bagi petani sawit lain. Jika dibiarkan, lahan mereka bisa saja disita oleh negara karena ulah segelintir orang yang melanggar aturan,” katanya.
Kepemilikan Lahan Diduga Melebihi 700 Hektare
Dilly juga menyebut keluarga pelaku diduga mengelola total lahan sawit seluas lebih dari 700 hektare tanpa badan hukum resmi seperti PT atau koperasi. Alasannya, menurut pelaku, adalah untuk menghindari pajak.
Hingga berita ini diturunkan, pihak keluarga pengusaha maupun manajemen PPKS Karya Indah yang mengelola lahan belum memberikan tanggapan saat dihubungi oleh tim redaksi melalui WhatsApp.
(Tim)