Bangka, Verostv.com – Aktivitas penambangan timah ilegal di Jalan Laut, Kabupaten Bangka, kembali menjadi sorotan warga. Masyarakat setempat mengeluhkan dampak negatif yang ditimbulkan, mulai dari kebisingan mesin tambang yang mengganggu kenyamanan hingga kerusakan fisik pada rumah-rumah di sekitar lokasi penambangan.
Sejarah dan Dugaan Praktik Tidak Etis
Penambangan timah di kawasan ini memiliki sejarah panjang sejak PT Tambang Timah mulai beroperasi pada 1997. Namun, belakangan ini, banyak lahan bekas tambang dimanfaatkan oleh warga secara ilegal tanpa memperhatikan dampak lingkungan.
Seorang penambang ilegal yang enggan disebutkan namanya mengaku bahwa aktivitas tersebut tetap berlangsung karena adanya “koordinasi” dengan pihak tertentu.
“Kami sudah bayar koordinasi, makanya kami bisa bekerja,” ujarnya.
Pernyataan ini memunculkan dugaan adanya praktik tidak etis antara penambang ilegal dengan aparat, termasuk aparat penegak hukum (APH). Disebutkan pula bahwa Nando diduga berperan mengatur wartawan yang meliput, sedangkan Darwis, seorang oknum TNI dari Koramil Sungailiat, dituding mengkoordinasikan aparat terkait. Padahal, wartawan dan aparat seharusnya melindungi kepentingan masyarakat, bukan justru terlibat dalam praktik ilegal yang merugikan warga. Selain kerusakan rumah, aktivitas ini juga mengancam infrastruktur jalan jika terus berlangsung.
Pelanggaran Hukum dan Ancaman Hukuman
Aktivitas penambangan ilegal ini melanggar sejumlah regulasi, antara lain:
- Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba
- Pasal 158 menyebutkan, penambangan tanpa izin usaha pertambangan (IUP) atau izin lainnya dapat dijatuhi hukuman penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.
- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
- Pasal 109 mengatur bahwa perusakan lingkungan dapat dikenai hukuman penjara hingga 3 tahun dan denda minimal Rp3 miliar.
Bagi wartawan dan aparat yang terlibat, tindakan tersebut melanggar etika profesi serta peraturan institusi. Oknum aparat bisa dijerat Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang dengan ancaman hukuman penjara hingga 6 tahun. Sementara itu, wartawan yang terbukti menerima imbalan untuk memengaruhi pemberitaan melanggar Kode Etik Jurnalistik dan berpotensi menghadapi proses hukum.
Desakan Warga
Warga Sungailiat mendesak pemerintah dan aparat hukum segera menghentikan aktivitas ilegal ini. Mereka juga meminta Presiden RI turun tangan menyelesaikan kasus yang melibatkan oknum aparat.
“Bukan hanya lingkungan yang rusak, tapi rumah kami juga hancur. Kami butuh tindakan nyata, bukan sekadar janji,” tegas salah satu warga terdampak.
Harapan Penegakan Hukum
Kasus ini menjadi ujian bagi pemerintah dan aparat penegak hukum untuk menunjukkan komitmen dalam menegakkan aturan dan melindungi masyarakat. Tindakan tegas harus segera diambil untuk menghentikan praktik ilegal ini. Warga berharap hukum ditegakkan tanpa pandang bulu, termasuk kepada oknum yang terlibat, demi menciptakan keadilan dan keberlanjutan lingkungan.